Mediasi

Layanan Bantuan Hukum Mediasi/Perdamaian

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh Mediator Bersertifikat yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses Mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

Beberapa Poin Mediasi/Perdamaian:

  1. Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
  2. Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut. 
  3. Akta/ Putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
  4. Akta/ putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.
  5. Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
  6. Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
  7. Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut, apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang yang tertutup untuk umum.
  8. Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan Mediator Bersertifikat (Pasal 2 ayat (3) PERMA).

Merupakan alasan alternatif penyelesaian sengketa, yang disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut :

  1. Faktor Ekonomis, dimana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu;
  2. Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel;
  3. Faktor pembinaan hubungan baik, dimana mediasi yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlang sung maupun yang akan datang. Dengan demikian mediasi adalah salah satu untuk mencapai upaya penyelesaian sengketa dan untuk menghasilkan suatu perdamaian yang disepakai para pihak.
Peran Mediasi dimaksudkan sebagai bentuk penyelesaian perkara yang adil, langgeng, memuaskan para pihak, hemat waktu dan hemat sumber daya. Mediasi juga merupakan wadah untuk membangun solusi yang didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak yang bersengketa, yaitu membangun kepuasan bersama dengan win-win solution dan mendorong social harmony dan hubungan social yang lebih sehat.